Hi, kembali lagi dengan saya Musfiq Fadhil seorang (mantan) Mahasiswa Kesmas. Kali ini saya akan membagikan pengalaman saya mengerjakan tugas yang mungkin sebagian menganggap sepele bahkan aneh: Tugas menghitung kepadatan lalat!
Kenapa lalat kok di hitung, kurang kerjaan ya ?
Jadi gini, seperti kita ketahui bahwa lalat merupakan hewan vektor yang dapat menjadi penyebar agen penyakit dari manusia yang sakit ke manusia yang sehat.
Habis hinggap di kotoran lalu hinggap ke muka orang. Keberadaan Lalat dapat perlu diperhatikan sebagai suatu ancaman yang menyebabkan beragam gangguan kesehatan.
Nah, dengan melakukan penghitungan kepadatan populasi lalat di suatu tempat, kita dapat mengetahui apakah suatu daerah berpotensi terjadi penyebaran penyakit melalui serangga terbang ini atau tidak.
Kemudian kita dapat menyusun program pengendalian yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Tugas menghitung kepadatan lalat salah satu dari materi dasar yang umumnya berkaitan dengan materi esehatan lingkungan, misalnya pada mata kuliah sanitasi lingkungan atau mata kuliah pengelolaan sampah.
Begitulah kira-kira kenapa mahasiswa Kesmas perlu tahu cara menghitung lalat.
Lalu bagaimana cara menghitung kepadatan lalat?
Alat apa saja yang digunakan?
Di daerah mana saja yang perlu dihitung jumlah lalatnya?
Untuk menjawab hal tersebut, berikut ini saya tuliskan langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam melakukan praktik menghitung lalat dengan metode fly grill.
Langkah-langkahnya seperti ini
Pertama siapkan dahulu alat yang diperlukan, yaitu fly grill, timer,counter, blanko pengukuran dan alat tulis.
Kemudian
Letakkan fly grill secara datar di beberapa tempat dengan jarak yang sudah ditentukan.
Biarkan beberapa saat hingga ada lalat yang mulai hinggap.
Mulailah me nghitung jumlah lalat yang hinggap selama 30 detik dengan counter atau manual.
Ulangi perhitungan hingga sebanyak 10 kali.
dan selanjutnya..
Ambil sebanyak 5 hasil perhitungan kepadatan lalat yang tertinggi, kemudian dirata-ratakan.
Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per block grill.
Untuk kelengkapan informasi, perlu juga diadakan pengukuran suhu, kelembaban dan keadaan cuaca secara umum.
Standar penilaian dari hasil perhitungan adalah seperti ini:
0 – 2 ekor : rendah (tidak jadi masalah)
3 – 5 ekor : sedang (perlu dilakukan pengamanan)
6 – 20 ekor : cukup (lakukan penanganan pada tempat berkembang
biaknya)
≥ 20 ekor : sangat (lakukan pengendalian)
Untuk penjelasan lengkap dan rincinya silahkan bisa cari sendiri di buku atau internet ya.
Langsung saja saya membagikan pengalaman saat mendapatkan tugas dari dosen peminatan kesehatan lingkungan ini
Bukan hanya sekedar taruh fly grill, hitung lalu catat hasilnya.
Tapi lebih dari itu, dibutuhkan perjuangan keras bagi kami satu kelompok.
Saat itu dosen memberikan tugas untuk menghitung kepadatan lalat di Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Tugas ini semakin merepotkan, sebab setiap kelompok harus melakukan observasi pada TPA yang berbeda. Sementara tak banyak TPA yang berada di Sekitar Semarang.
Setahu saya di Semarang itu hanya ada TPA Jatibarang dan TPA Blondo.
Alhasil setiap kelompok berebutlah mencari TPA, hingga akhirnya beberapa kelompok terpaksa observasi di TPA luar kota Semarang yang letaknya jauh.
Ada yang ke Demak, Salatiga, Kudus, Boyolali hingga Surakarta.
Berkendara sepeda motor menjadi pilihan utama bagi kami untuk bolak-balik menyelesaikan tugas ini. Alasannya adalah selain karena lebih cepat, berkendara motor juga lebih murah dan mudah dibandingkan dengan menyewa mobil, satu kelompok yang terdiri dari 12 orang tentunya tidak muat apabila hanya menyewa satu mobil avanza saja.
Sehingga opsi memakai kendaran roda dua yang dipilih walaupun dengan tingkat risiko bahaya kecelakaan di jalan yang lebih tinggi.
Bagi saya dan teman sejenis kelamin lainnya, motoran bolak-balik antar kota tidaklah terlalu masalah. Sehingga jarak yang ditempuh untuk menyelesaikan tugas ini bukanlah kendala utama.
Sementara, mayoritas teman seangkatan saya adalah dari kaum perempuan. Satu angkatanku hanya ada 11 laki-laki termasuk saya.
Banyak kelompok memilih opsi motor dengan berboncengan.
Ngerinya,
Tahu sendiri kan, bagaimana sifat perempuan pada umumnya saat mengendarai motor, mahasiswi juga kan calon emak-emak. Kalau harus melalui perjalanan ke luar kota dengan rute yang asing tak pernah dilalui, tentu risikonya besar.
Hal ini mungkin tidak diperhitungkan oleh Pak dosen saat memberi tugas dengan peraturan yang membatasi tiap TPA hanya boleh diisi satu kelompok. Hingga akhirnya tragedi yang di khawatirkan terjadi.
Dua orang mahasiswi mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang menuju kampus.
Skip dulu.. tragedi ini setelah saya menceritakan bagaimana kelompok saya mengerjakan penghitungan lalat ya.
Jadi, kelompok saya kebagian TPA di kota Salatiga, kota sebelah semarang. Tepatnya di TPA Ngronggo.
TPA Ngronggo merupakan TPA terbesar di Salatiga. Setiap harinya TPA ini menerima sampah dari berbagai daerah sebanyak empat ton.
Setelah bolak-balik untuk perizinan. Waktu untuk mengerjakan praktikum ini tiba.
Kami mulai perjalanan dari kampus Semarang sekitar pukul tujuh. Perjalanan ini memakan waktu kira-kira dua hingga tiga jam naik motor.
Sesampainya di lokasi, kami di sambut oleh gundukan sampah yang menjulang seperti bukit-bukit yang berjejer di pegunungan.
Sampah sebanyak itu, tentunya mengeluarkan aroma yang tak sedap di hidung kami. Hidung kami seolah meronta, meminta untuk ditutupi dengan masker.
Permintaan itu tentunya segera saya penuhi. Saya menutup hidunng dengan slayer yang sudah diberi parfum. hehe.
Tapi gundukan sampah ini setidaknya tertutupi oleh indahnya pemandangan gunung Ungaran atau apa itu, saya gak tahu. hehe. Jadi bukan melulu sampah yang akan kamu lihat di TPA Ngronggo ini.
Ini nih, kamu bisa baangkan keadaan di TPA Ngronggo ini dari dokumentasi yang saya ambil.
Selain sampah, pemandangan menarik yang akan kamu temui di TPA Ngronggo ini adalah sejumlah pemulung yang mencari barang-barang yang bisa ditunaikan dari dalam bukit-bukit sampah.
Puluhan pemulung ada ditempat ini. memungut rejeki dari tumpukan sampah.
Setelah beberapa waktu kami mulai penyesuaian dengan keadaan, melatih hidung untuk beradataptasi dengan aroma sampah.
Kami berkeliling ke seluruh bagian dari TPA Ngronggo dalam rangka mengetahui keadaan awal lokasi kita akan mengerjakan tugas menghitung lalat ini.
Kemudian kami mulai berpencar ke beberapa titik yang sudah kami putuskan sebagai tempat penghitungan kepadatan lalat dengan flygrill.
Berikut ini dokumetasi saya saat mengambil sampel dan proses penghitungan lalat di TPA Ngronggo Salatiga, bersama teman kelompok kami.
Kelompok saya dengan lancar mengerjakannya, dengan cuaca cerah, dan hampir tak ada kendala untuk menyelesaikan laporan.
Dan untuk cerita dua orang teman saya yang mengalami kecelakaan itu mereka mengobservasi di TPA daerah Boyolali. Di tengah perjalanan pulang menuju kampus, mereka mengalami kecelakaan yang melibatkan minibus. Beruntungnya, kecelakaan itu tidak merengut nyawa mereka.
Tetapi akibat kejadian tersebut, dua teman saya ini harus mengalami patah tulang kaki dan patah tangan.
Akibat musibah ini, pihak jurusan langsung berkoordinasi untuk mencari kronologi kejadian dan memberi pertolongan kepada mereka.
Pak Dosen yang memberi tugas ini kabarnya mendapat peringatan dari kepala jurusan akibat kejadian ini.
Semenjak itu, konon pak dosen ini tidak berani lagi memberi tugas yang memaksa mahasiswanya untuk keluar kota.
Overall, praktik menghitung kepadatan lalat ini memberi pengalaman yang luar biasa bagi saya.
Demikian tulisan saya ini semoga bermanfaat.
Kenapa lalat kok di hitung, kurang kerjaan ya ?
Jadi gini, seperti kita ketahui bahwa lalat merupakan hewan vektor yang dapat menjadi penyebar agen penyakit dari manusia yang sakit ke manusia yang sehat.
Habis hinggap di kotoran lalu hinggap ke muka orang. Keberadaan Lalat dapat perlu diperhatikan sebagai suatu ancaman yang menyebabkan beragam gangguan kesehatan.
Nah, dengan melakukan penghitungan kepadatan populasi lalat di suatu tempat, kita dapat mengetahui apakah suatu daerah berpotensi terjadi penyebaran penyakit melalui serangga terbang ini atau tidak.
Kemudian kita dapat menyusun program pengendalian yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Tugas menghitung kepadatan lalat salah satu dari materi dasar yang umumnya berkaitan dengan materi esehatan lingkungan, misalnya pada mata kuliah sanitasi lingkungan atau mata kuliah pengelolaan sampah.
Begitulah kira-kira kenapa mahasiswa Kesmas perlu tahu cara menghitung lalat.
Lalu bagaimana cara menghitung kepadatan lalat?
Alat apa saja yang digunakan?
Di daerah mana saja yang perlu dihitung jumlah lalatnya?
Untuk menjawab hal tersebut, berikut ini saya tuliskan langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam melakukan praktik menghitung lalat dengan metode fly grill.
Penghitungan Lalat dengan Fly Grill
Metode Fly grill merupakan metode pengukuran jumlah lalat yang paling populer.
Selain karena mudah dan mudah, metode Fly grill juga dikenal karena biaya yang murah.
Selain karena mudah dan mudah, metode Fly grill juga dikenal karena biaya yang murah.
Fly Grill adalah alat dari kayu berbentuk papan persegi, berwarna cerah putih atau kuning. Lalat suka hinggap pada permukaan vertikal yang bersudut tajam.
Nah, lalat-lalat yang hinggap di fly grill inilah yang kita hitung.
Nah, lalat-lalat yang hinggap di fly grill inilah yang kita hitung.
Beginilah bentuk flygrill yang saya gunakan saat mengerjakan tugas kuliah |
Lokasi menghitung lalat dapat dilakukan pada pemukiman, rumah makan, atau tempat pembuangan sampah.
Pertama siapkan dahulu alat yang diperlukan, yaitu fly grill, timer,counter, blanko pengukuran dan alat tulis.
Kemudian
Letakkan fly grill secara datar di beberapa tempat dengan jarak yang sudah ditentukan.
Biarkan beberapa saat hingga ada lalat yang mulai hinggap.
Mulailah me nghitung jumlah lalat yang hinggap selama 30 detik dengan counter atau manual.
Ulangi perhitungan hingga sebanyak 10 kali.
dan selanjutnya..
Ambil sebanyak 5 hasil perhitungan kepadatan lalat yang tertinggi, kemudian dirata-ratakan.
Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per block grill.
Untuk kelengkapan informasi, perlu juga diadakan pengukuran suhu, kelembaban dan keadaan cuaca secara umum.
Standar penilaian dari hasil perhitungan adalah seperti ini:
0 – 2 ekor : rendah (tidak jadi masalah)
3 – 5 ekor : sedang (perlu dilakukan pengamanan)
6 – 20 ekor : cukup (lakukan penanganan pada tempat berkembang
biaknya)
≥ 20 ekor : sangat (lakukan pengendalian)
Untuk penjelasan lengkap dan rincinya silahkan bisa cari sendiri di buku atau internet ya.
Langsung saja saya membagikan pengalaman saat mendapatkan tugas dari dosen peminatan kesehatan lingkungan ini
Bukan Tugas Kuliah yang Mudah
Praktik menghitung kepadatan populasi lalat nyatanya tidak semudah yang dibayangkan.Bukan hanya sekedar taruh fly grill, hitung lalu catat hasilnya.
Tapi lebih dari itu, dibutuhkan perjuangan keras bagi kami satu kelompok.
Saat itu dosen memberikan tugas untuk menghitung kepadatan lalat di Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Tugas ini semakin merepotkan, sebab setiap kelompok harus melakukan observasi pada TPA yang berbeda. Sementara tak banyak TPA yang berada di Sekitar Semarang.
Setahu saya di Semarang itu hanya ada TPA Jatibarang dan TPA Blondo.
Alhasil setiap kelompok berebutlah mencari TPA, hingga akhirnya beberapa kelompok terpaksa observasi di TPA luar kota Semarang yang letaknya jauh.
Ada yang ke Demak, Salatiga, Kudus, Boyolali hingga Surakarta.
Berkendara sepeda motor menjadi pilihan utama bagi kami untuk bolak-balik menyelesaikan tugas ini. Alasannya adalah selain karena lebih cepat, berkendara motor juga lebih murah dan mudah dibandingkan dengan menyewa mobil, satu kelompok yang terdiri dari 12 orang tentunya tidak muat apabila hanya menyewa satu mobil avanza saja.
Sehingga opsi memakai kendaran roda dua yang dipilih walaupun dengan tingkat risiko bahaya kecelakaan di jalan yang lebih tinggi.
Bagi saya dan teman sejenis kelamin lainnya, motoran bolak-balik antar kota tidaklah terlalu masalah. Sehingga jarak yang ditempuh untuk menyelesaikan tugas ini bukanlah kendala utama.
Sementara, mayoritas teman seangkatan saya adalah dari kaum perempuan. Satu angkatanku hanya ada 11 laki-laki termasuk saya.
Banyak kelompok memilih opsi motor dengan berboncengan.
Ngerinya,
Tahu sendiri kan, bagaimana sifat perempuan pada umumnya saat mengendarai motor, mahasiswi juga kan calon emak-emak. Kalau harus melalui perjalanan ke luar kota dengan rute yang asing tak pernah dilalui, tentu risikonya besar.
Hal ini mungkin tidak diperhitungkan oleh Pak dosen saat memberi tugas dengan peraturan yang membatasi tiap TPA hanya boleh diisi satu kelompok. Hingga akhirnya tragedi yang di khawatirkan terjadi.
Dua orang mahasiswi mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang menuju kampus.
Skip dulu.. tragedi ini setelah saya menceritakan bagaimana kelompok saya mengerjakan penghitungan lalat ya.
Jadi, kelompok saya kebagian TPA di kota Salatiga, kota sebelah semarang. Tepatnya di TPA Ngronggo.
TPA Ngronggo merupakan TPA terbesar di Salatiga. Setiap harinya TPA ini menerima sampah dari berbagai daerah sebanyak empat ton.
Setelah bolak-balik untuk perizinan. Waktu untuk mengerjakan praktikum ini tiba.
Kami mulai perjalanan dari kampus Semarang sekitar pukul tujuh. Perjalanan ini memakan waktu kira-kira dua hingga tiga jam naik motor.
Taman TPA Ngronggo |
Sampah sebanyak itu, tentunya mengeluarkan aroma yang tak sedap di hidung kami. Hidung kami seolah meronta, meminta untuk ditutupi dengan masker.
Permintaan itu tentunya segera saya penuhi. Saya menutup hidunng dengan slayer yang sudah diberi parfum. hehe.
Tapi gundukan sampah ini setidaknya tertutupi oleh indahnya pemandangan gunung Ungaran atau apa itu, saya gak tahu. hehe. Jadi bukan melulu sampah yang akan kamu lihat di TPA Ngronggo ini.
Ini nih, kamu bisa baangkan keadaan di TPA Ngronggo ini dari dokumentasi yang saya ambil.
Pemandangan di TPA Ngronggo, Salatiga |
Selain sampah, pemandangan menarik yang akan kamu temui di TPA Ngronggo ini adalah sejumlah pemulung yang mencari barang-barang yang bisa ditunaikan dari dalam bukit-bukit sampah.
Puluhan pemulung ada ditempat ini. memungut rejeki dari tumpukan sampah.
Pemulung di TPA Ngronggo, Salatiga |
Setelah beberapa waktu kami mulai penyesuaian dengan keadaan, melatih hidung untuk beradataptasi dengan aroma sampah.
Kami berkeliling ke seluruh bagian dari TPA Ngronggo dalam rangka mengetahui keadaan awal lokasi kita akan mengerjakan tugas menghitung lalat ini.
Kemudian kami mulai berpencar ke beberapa titik yang sudah kami putuskan sebagai tempat penghitungan kepadatan lalat dengan flygrill.
Berikut ini dokumetasi saya saat mengambil sampel dan proses penghitungan lalat di TPA Ngronggo Salatiga, bersama teman kelompok kami.
KeadaanTPA Ngronggo, Cuaca Cerah |
Berkeliling di TPA Ngronggo |
Mengitung kepadatan Lalat |
Menghitung Lalat |
Penutup
Begitulah pengalaman saya saat mengerjakan tugas menjadi mahasiswa kesmas, menghitng kepadatan lalat di suatu lokasi.Kelompok saya dengan lancar mengerjakannya, dengan cuaca cerah, dan hampir tak ada kendala untuk menyelesaikan laporan.
Dan untuk cerita dua orang teman saya yang mengalami kecelakaan itu mereka mengobservasi di TPA daerah Boyolali. Di tengah perjalanan pulang menuju kampus, mereka mengalami kecelakaan yang melibatkan minibus. Beruntungnya, kecelakaan itu tidak merengut nyawa mereka.
Tetapi akibat kejadian tersebut, dua teman saya ini harus mengalami patah tulang kaki dan patah tangan.
Akibat musibah ini, pihak jurusan langsung berkoordinasi untuk mencari kronologi kejadian dan memberi pertolongan kepada mereka.
Pak Dosen yang memberi tugas ini kabarnya mendapat peringatan dari kepala jurusan akibat kejadian ini.
Semenjak itu, konon pak dosen ini tidak berani lagi memberi tugas yang memaksa mahasiswanya untuk keluar kota.
Overall, praktik menghitung kepadatan lalat ini memberi pengalaman yang luar biasa bagi saya.
Demikian tulisan saya ini semoga bermanfaat.
Comments
Post a Comment