Skip to main content

Epidemiologi Neglected Tropical Disease di Indonesia

Fillariasis Merupakan salah satu Neglected Tropical Diseases

Pengertian Neglected Tropical Diseases (NTDs)

NTDs dikenal sebagai penyakit-penyakit yang sering diderita oleh orang-orang miskin atau berpendapatan rendah. NTD banyak terjadi di Negara-negara dengan ekonomi rendah dan negara-negara berkembang.

Menurut WHO Neglected Tropical diseases (Bahasa Indonesia: Penyakit Tropis Terabaikan) merupakan sekelompok penyakit menular yang tersebar luas di daerah dengan kondisi iklim tropis dan subtropis pada 149 negara. NTDs banyak diderita oleh lebih dari satu juta orang dan merugikan ekonomi negara berkembang hingga jutaan dollar per tahunnya. Populasi yang terkena dampak paling parah NTDs adalah pada populasi yang hidup dalam kemiskinan, sanitasi yang tidak memadai dan pada populasi yang dekat dengan vektor serta hewan ternak (WHO).

NTDs adalah kondisi penyakit menular kronis dengan tanda dan gejala klinis yang mirip dengan beberapa penyakit tidak menular. Apabila NTDs mewabah secara luas, penyakit ini memiliki kemampuan untuk melumpuhkan perekonomian karena dampak negatifnya dapat mempengaruhi perkembangan anak, tenaga kerja dan kesehatan anak perempuan dan perempuan dewasa.

Penyebab utama NTDs adalah infeksi bakteri, parasit dan amur yang berhubungan dengan negara-negara berkembang beriklim topis dan subtropis yang masih dalam gari kemiskinan.

Daftar Penyakit yang termasuk dalam Tropical Diseases (NTDs) menurut WHO

Berikut ini nama-nama penyakit yang masuk dalam golongan NTD berdasarkan WHO atau organisasi Kesehatan Dunia update tahun 2018:
  1. Tukak Buruli
  2. Penyakit Chagas
  3. Demam berdarah dan Chikungunya
  4. Dracunculiasis (Penyakit cacing Guuinea)
  5. Echinococcosis
  6. Foodborne trematodiases
  7. Human African trypanosomiasis (Penyakit tidur)
  8. Leishmaniasis
  9. Leprosy (Penyakit Hansen)
  10. filariasis
  11. Mycetoma, chromoblastomycosis dan mikosis
  12. Onchocerciasis (river blindness)
  13. Rabies
  14. Scabies dan sejenisnya
  15. Schistosomiasis
  16. Cacingan
  17. Gigitan Ular beracun
  18. Taeniasis/Cysticercosis
  19. Trachoma
  20. Yaws (Endemic treponematoses)

Neglected Tropical Dieseases di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 200 ribu pulau dengan populasi penduduknya yang juga masuk dalam 3 besar negara terbanyak penduduk.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih menghadapi masalah NTD. 111 juta penduduk Indonesia menderita tingkat NTD yang luar biasa, yang disebabkan oleh infeksi cacing yang meluas, seperti infeksi Cacing melalui tanah (Soil transmited Helmintes/STH) dan filariasis limfatik, dan infeksi bakteri yang diabaikan, seperti frambusia dan leptospirosis. 

Selain itu, Indonesia adalah satu-satunya negara di Kawasan Asia Tenggara WHO dengan schistosomiasis endemik (negara-negara Asia lainnya dengan schistosomiasis endemik berada di wilayah Pasifik Barat WHO), dan negara ini menghadapi ancaman serius dan muncul dari demam berdarah. 

Berikut ini adalah NTH yang banyak diderita oleh penduduk Indonesia:
  1. Trichuriasis diderita oleh 95 juta (16%) penduduk melalui infeksi Soil Transmited Helmintes terjadi pada 31 dari 33 provinsi di Indonesia
  2. Ascariasis, sebanyak 90 juta (11% ) penduduk menderita penyakit ini. cara infeksi melalui STH pada 31 dari 33 provinsi di Indonesia
  3. Cacing tambang, diderita oleh 62 juta (11%)
  4. Schistosomiasis 25,000–50,000 pada resiko <1 di="" kasus="" li="" provinsi="" schistosomiasis="" semua="" sulawesi="" tengah="">
  5. Filariasis limfatik diderita oleh 125 juta pada risiko 9% dengan revalensi tertinggi berada di Indonesia bagian Timur
  6. Kusta 20.023 kasus baru pada 2011 dan 9% kasus global baru pada 201. Banyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat
  7. Yaws 8,039 kasus dilaporkan pada tahun 2009. Penyakit ini Sangat endemik di provinsi Papua, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur
  8. Leptospirosis.
Indonesia merupakan negara kedua di dunia dengan tingkat infeksi kecacingan melalui tanah (soil-transmitted helminthiasism (STH) tertinggi setelah India. Bahkan, 31 dari 33 provinsi termasuk area yang endemik STH. Infeksi STH berkaitan erat dengan morbiditas manusia. Pada anak, STH dapat mengganggu proses tumbuh kembang dan berhubungan erat dengan minimnya prestasi di sekolah. Selain STH, NTD lain yang masih endemis adalah skistosomiasis. Penyakit ini masih dapat ditemukan di tiga daerah, yaitu Lembah Lindu, Napu, dan Bada di Sulawesi Tengah.


Sebanyak 125 juta penduduk Indonesia juga berisiko terinfeksi filariasis limfatik. Prevalensi tertinggi terdapat di Papua, NTT, dan Maluku. Indonesia juga merupakan satu-satunya negara yang endemik terhadap seluruh spesies cacing penyebab filariasis, yaitu W. bancrofti, B. malayi, dan B. timori. Ketiga cacing ini dapat ditransmisikan oleh 23 jenis vektor nyamuk di Indonesia. Parasit ini dapat menyumbat aliran limfe, yang kemudian menyebabkan pembesaran kaki sehingga menyerupai kaki gajah. Deformitas inilah yang menyebabkan morbiditas, penurunan produktivitas, serta stigma sosial.

Upaya Pengendalian dan Pencegahan NTDs 

Menurut Laporan WHO yang keempat mengenai NTD, terdapat lima langkah intervensi yang dapat dilakukan guna menekan prevalensi NTD. Yang pertama adalah preventive chemotherapy, yaitu intervensi yang dapat melawan setidaknya lima penyakit dan merupakan salah satu jenis intervensi paling sukses sepanjang sejarah. 

Tidak hanya secara preventif, bentuk pelayanan kuratif berupa manajemen penyakit juga harus semakin inovatif dan intensif. Vektor ekologi seperti reservoir juga perlu diperhatikan dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner turut memegang peranan penting. Tidak boleh dilupakan pula Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) yang menjadi pemeran kunci dalam mengendalikan NTD yang harus senantiasa dijaga kualitasnya.


Booklet dari WHO yang berjudul Recognizing NTD Through Changes on the Skin menunjukkan bahwa kulit memiliki pengaruh besar dalam NTD. Hal ini disebabkan karena bakteri yang menyebabkan infeksi kulit dapat menjadi invasif dan pada akhirnya mengakibatkan penyakit autoimun ginjal atau jantung.

WHO telah mengupayakan banyak strategi untuk mengendalikan angka NTD, misalnya 2012 WHO Yaws Eradication Strategy dan 2016-2020 WHO Global Leprosy Strategy. Akan tetapi, rencana-rencana tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar. Program eradikasi frambusia (yaws) tersebut sempat terhenti karena kekurangan dana, sehingga mengakibatkan insidensi penyakit frambusia kembali meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa usaha untuk menghapuskan NTD tidak boleh setengah-setengah dan harus dilakukan dalam jangka panjang.

Untuk menjaga keberlanjutan dan meningkatkan keberhasilan programnya, WHO kini menggaet organisasi dari seluruh dunia untuk bergerak bersama menghapuskan NTD. Global Partnership for Zero Leprosy yang terdiri dari WHO, ILEP, IDEA, Sasakawa Foundation, dan Novartis berkomitmen untuk melancarkan proses eradikasi penyakit hansen atau lepra di dunia dengan cara mempercepat penelitian, meningkatkan inovasi, dan meningkatkan advokasi dan penggalangan dana.

Harapannya, NTD tidak lagi menjadi penyakit yang ‘terlupakan’ dan para pakar di seluruh dunia dapat melihatnya sebagai peluang untuk mengadakan riset yang dapat membuahkan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog